Banyak Rintangan, Waktu Tempuh hingga 12 Jam

11 hours ago 2
ARTICLE AD BOX
Sebanyak 21 ogoh-ogoh yang merupakan tiga terbaik di tujuh zona penilaian sebelumnya, kini siap ‘beradu’ dalam satu Lokasi, yakni di depan Balai Budaya Giri Nata Mandala, kawasan Puspem Badung, Kelurahan Sempidi, Kecamatan Mengwi. Menariknya, perjalanan membawa ogoh-ogoh ke Puspem Badung menjadi tontonan warga di jalan raya. Saking jauhnya, peserta asal Kuta Selatan bahkan menempuh perjalanan hingga 12 jam lebih.

Tiga ogoh-ogoh terbaik dari zona tujuh, Kecamatan Kuta Selatan yakni Ogoh-ogoh ‘Tattwaning Kalisangara’ karya ST Yowana Pratyaksa, Banjar/Desa Adat Bualu, ‘Harana Sasrabahu’ karya ST Putra Mandala, Banjar Kelod, Desa Adat Ungasan, dan ‘Kala Lipyakara’ karya ST Dharma Pertiwi, Banjar Kauh, Desa Adat Pecatu tampak sudah terparkir di tenda yang disediakan panitia di depan Balai Budaya Giri Nata Mandala, Kamis (13/3) siang. Untuk bisa sampai ke Puspem Badung, mereka harus rela menempuh perjalanan hingga 12 jam lebih dengan segala risiko yang dihadapi di jalan raya.

Iring-iringan ogoh-ogoh saat baru sampai di Puspem Badung, Kamis (13/3). –NGURAH RATNADI 

Ogoh-ogoh karya ST Dharma Pertiwi, Banjar Kauh, Desa Pecatu misalnya, mulai berangkat Rabu (12/3) pukul 23.00 Wita dan baru sampai di Puspem Badung Kamis (13/3) pukul 11.30 Wita. Ketua ST Dharma Pertiwi, Putu Bayu Dea Laksana mengungkapkan, ogoh-ogoh yang diangkut menggunakan truk towing ini banyak kendala yang dihadapi saat di jalan raya, mulai dari kabel yang melintang hingga pohon-pohon yang menjorok ke jalan. Ini cukup menyulitkan ogoh-ogoh yang beratnya hampir mencapai satu ton itu untuk melintas.
“Kami mulai jalan jam 11 malam, sampainya jam 11.30 siang. Jadi 12 jam lebih di jalan. Kendalanya dari kabel, sehingga kami siagakan SDM yang memperhatikan kabel selama di jalan. Kendala juga pohon-pohon perindang tidak diatensi oleh panitia. Termasuk yang dekat-dekat sini (Puspem Badung, red) tidak diperhatikan, sehingga menyulitkan pergerakan,” ujarnya ditemui di Puspem Badung.

Proses perjalanan ogoh-ogoh ST Dharma Pertiwi, Banjar Adat Kauh Desa Pecatu menuju Puspem Badung. –IST 

Situasi yang sama juga dirasakan oleh ST Yowana Pratyaksa, Banjar/Desa Bualu. Ketua ST banjar setempat, I Putu Indra Pradnya Septiana, mengaku berangkat dari lokasi pembuatan ogoh-ogoh mulai pukul 00.30 Wita. Awalnya, waktu tersebut dipilih untuk menghindari macet. Namun ternyata banyak kendala yang dihadapi di jalan, terlebih melewati jalan yang padat lalu lintas. 

Kendala tersebut bahkan menyebabkan beberapa bagian dari ogoh-ogoh mereka ada yang rusak. Ogoh-ogoh mereka baru bisa sampai di Puspem Badung pukul 11.00 Wita.

“Karena ogoh-ogoh kami tinggi dan juga lebar, kami menggunakan beberapa transportasi seperti truk towing, truk engkel, dan pick up. Banyak kendala di perjalanan seperti pohon dan kabel, sehingga lumayan sulit tadi di jalan. Bahkan ada beberapa kerusakan pada ogoh-ogoh kami,” terangnya. Bagi Indra, membawa ogoh-ogoh dari ujung selatan Badung menuju Puspem Badung yang lokasinya di Badung tengah, sangat menantang. Selain lamanya perjalanan, kekompakan dan komunikasi selama bergerak di jalan juga diuji. Terlebih mereka melibatkan massa yang cukup banyak. 

Bahkan Indra mengaku, sempat ada pemikiran untuk berhenti melanjutkan perjalanan ke Puspem Badung. “Ada rasa challenging, ada keseruan juga di jalan, karena ini baru pertama kalinya ada penilaian seperti ini. Tapi ada juga kendala seperti miskomunikasi, beda persepsi/pendapat, dan keinginan buat gak ngirim. Saya sendiri sempat berpikiran, baru sampai Kuta, tapi rasanya berat sekali untuk kita yang di zona tujuh. Tapi Astungkara, dengan semangat dan kekompakan, kita sampai juga di sini (Puspem Badung, red),” kata Indra.

Di sisi lain, Indra juga turut memberikan masukan dan saran terhadap pelaksanaan penilaian 21 ogoh-ogoh di tahun-tahun mendatang. Menurutnya, pelaksanaan di tahun pertama ini masih banyak memerlukan perbaikan, terutama dari sisi panggung atau tenda yang disediakan untuk peserta, serta mempertimbangkan untuk membuat event menjadi dua zona. Mengingat Badung secara geografis memanjang seperti keris, sehingga tidak menyulitkan bagi yang posisinya paling jauh/ujung.

“Panggungnya menurut saya kurang besar. Saran kami untuk pelaksanaan tahun selanjutnya, agar dibagi menjadi dua zona saja. Misalnya satu dipusatkan di Puspem Badung, satunya lagi dipusatkan di Pantai Kuta. Sehingga masing-masing tidak terlalu jauh ke Puspem. Karena perjalanannya cukup jauh, belum lagi macet. Selain itu, biar peserta juga tidak kelelahan di jalan,” pungkasnya.

Sementara ST Putra Mandala, Banjar Kelod, Desa Adat Ungasan menghabiskan waktu 11 jam di perjalanan. Mereka memboyong ‘Harana Sasrabahu’ dari Desa Ungasan, Kuta Selatan mulai Rabu (12/3) malam pukul 22.00 Wita dan baru tiba di Puspem Badung sekitar pukul 09.00 Wita, Kamis pagi kemarin. “Dari selatan, jarak yang kami tempuh sangat jauh. Kami banyak menemui kabel-kabel dan ranting-ranting pohon perindang jalan,” ujar Ketua ST Putra Mandala, Ungasan I Nyoman Purnata,22, ketika ditemui di Puspem Badung. Rintangan semacam ini memakan banyak waktu perjalanan. Kata Purnata, untuk bergerak sejauh 8 kilometer dari Balai Banjar Kelod, Desa Adat Ungasan ke simpang McDonald’s Jimbaran saja memerlukan waktu selama tiga jam.

Terpisah, Bendesa Adat Pecatu, Made Sumerta mengapresiasi perjuangan para yowana dalam membawa ogoh-ogoh mereka ke Puspem Badung. Ia menilai perjalanan ini bukan hanya melelahkan, tetapi juga penuh risiko. “Mereka berangkat dari malam dan baru tiba jam 11 siang. Ini tentu perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Kalau naik pesawat, ini sampai di Jepang,” ujarnya berseloroh.

Anggota DPRD Badung ini menekankan bahwa proses ini seharusnya mendapatkan atensi khusus dari pihak terkait. Pengawalan dan sterilisasi jalur yang akan dilalui, menurutnya, bisa menjadi solusi agar proses pengangkutan ogoh-ogoh menuju Puspem Badung lebih cepat dan aman. Tantangan yang dihadapi peserta dari Badung Selatan menjadi bahan evaluasi penting ke depan. Sumerta menyebut bahwa tujuan pawai ogoh-ogoh di Puspem Badung sebenarnya sangat baik. Namun, dia menyarankan agar acara serupa dapat dipertimbangkan untuk dilaksanakan di wilayah tujuan pariwisata, sehingga juga bisa menjadi atraksi bagi wisatawan.

Senada dengan itu, Ketua Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (Listibya) Kuta Selatan, Wayan Deddy Sumantra juga melihat berbagai tantangan yang harus dihadapi para yowana. Menurutnya, peserta dari wilayah Kecamatan Kuta Selatan menghadapi situasi yang cukup berat, mulai dari kemacetan hingga kabel melintang yang dapat berisiko merusak ogoh-ogoh. “Mereka rata-rata berangkat sejak malam dan sampainya di Puspem, baru pagi bahkan siang hari. Tentu ini menjadi perjalanan yang sangat melelahkan bagi para yowana,” ujarnya. Wayan Deddy berharap instansi terkait dapat melakukan evaluasi agar di kemudian hari semua tahapan dapat berjalan lebih baik. 7 ind, ol1, ol3
Read Entire Article